Air dan Tanah di Kepri Dibawa dalam Ritual di IKN

Air dan Tanah di Kepri Dibawa dalam Ritual di IKN - GenPI.co KEPRI
Tanah dari Daik-Lingga dan air dari Pulau Penyengat-Tanjung Pinang, yang dibawa Gubernur Kepri ke lokasi IKN, Kalimantan Timur. Foto: Pemprov Kepri.

GenPI.co Kepri - Para Gubernur se-Indonesia akan berkemah di Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara, Kalimantan Timur, bersama Presiden Joko Widodo. Menghadiri agenda itu, Gubernur Kepulauan Riau (Kepri) Ansar Ahmad membawa tanah dari Daik-Lingga dan air dari Pulau Penyengat-Tanjung Pinang.

Sebagai syarat ritual, tiap gubernur memang diminta membawa tanah dan air dari daerahnya masing-masing. Para gubernur juga diminta untuk mengenakan pakaian adat masing-masing selama kegiatan berlangsung.

"Sesuai masukan dan saran dari para tetua adat di Kepri, kami putuskan membawa 2 kilogram tanah yang diambil dari Daik, dan 1 liter air sumur dari Balai Adat Pulau Penyengat," kata Ansar.

BACA JUGA:  Siap-siap! Berikut Jadwal dan Lokasi MTQ tingkat Provinsi Kepri

Dia mengatakan air dan tanah yang dibawanya akan digunakan dalam ritual adat di IKN Nusantara. Ritual ini diyakini mengandung makna filosofis agar selalu mengingat asal-muasal nenek moyang dan mempertahankan kearifan leluhur yang sudah ada di bumi Nusantara.

Alasan mengambil tanah yang diambil dari Daik karena berada di lokasi struktur cagar budaya bekas tapak Istana Damnah yang dibangun pada tahun 1860 semasa Kesultanan Lingga-Riau Sultan Sulaiman Badrul Alam Syah II (1857-1883).

BACA JUGA:  Gubernur Kepri Surati Menteri, Isinya Bahas Travel Bubble

Serta dibantu oleh yang Dipertuan Muda Riau X Raja Muhammad Yusuf Al – Ahmadi beserta Pemaisurinya (isteri) Tengku Embung Fatimah.

“Tanah yang dibawa diambil lokasi tepat di Balai Bertitah (Singgasana) tempat Balai Pemerintahan Sultan yang merupakan Balai Bagian Bekas Istana Sultan Lingga-Riau terakhir di Daik,” kata dia.

BACA JUGA:  Kepri Punya 77 Warisan Budaya Tak Benda, Batam Belum Termasuk

Ansar mengungkapkan, sesuai sejarahnya, Istana Damnah tahta pemerintahannya ketika itu diteruskan oleh Tengku Embung Fatimah (1883-1883) sebagai pemerintahan sementara sampai dinobatkannya Anandanya Raja Abdul Rahman menjadi Sultan Lingga-Riau pada Tahun 1875 dengan gelar Sultan Abdulrahman Muazzam Syah (1885-1991) yang merupakan Sultan Lingga-Riau terakhir.

Berita Sebelumnya
Berita Selanjutnya