GenPI.co Kepri - Anggota DPRD Kepri Wahyu Wahyudin meminta peredaran minyak goreng di Kepri di awasi. Hal itu karena menurutnya saat ini ekspor minyak sawit atau CPO dibuka lagi.
Wahyudin menyebut khusus di Kota Batam, terdapat perusahaan minyak sawit yang perlu diawasi agar jangan sampai produksi minyak goreng untuk masyarakat terhenti.
"Kemudian proses distribusi ke masyarakat jangan dipersulit," kata Wahyudin di Tanjung Pinang, Senin (23/5).
Politisi PKS itu mencontohkan terkait perizinan di Bea Cukai untuk tujuan antarpulau misalnya harus dipermudah.
Ia juga meminta pemerintah daerah dan pihak-pihak terkait untuk mengawal harga minyak goreng di pasaran agar tidak terlalu memberatkan masyarakat.
Menurutnya harga minyak goreng kemasan saat ini masih cenderung mahal, yakni di kisaran Rp23 ribu hingga Rp30 ribu per liter.
"Kalau bisa agak dikurangi, karena masih memberatkan warga," ujar dia.
Di sisi lain, sudah ada minyak goreng curah yang disubsidi pemerintah beredar di Kepri dengan harga sebesar Rp14 ribu, namun demikian masih banyak warga kurang yakin dengan minyak curah dari sisi kualitas.
Bahkan, saat ini ada juga beredar minyak goreng kemasan seharga Rp16 ribu per liter yang dikhawatirkan minyak goreng curah yang sengaja dikemas dalam bentuk kemasan.
"Warga masih kurang yakin dengan minyak curah, karena sekali pakai warnanya langsung hitam," ucapnya.
Ia pun mengimbau pemerintah daerah dan pihak-pihak terkait untu saling bersinergi menjaga stabilitas pasokan dan harga minyak goreng yang menyasar ke semua lapisan masyarakat.
"Kami apresiasi pencabutan larangan ekspor minyak sawit, karena itu juga berdampak positif terhadap industri sawit yang menyerap banyak tenaga kerja," ujarnya
Dalam konferensi pers pada Kamis (19/5) di Jakarta, Presiden Jokowi mengatakan ada tiga penyebab mengapa ia akhirnya membuka lagi keran ekspor CPO dan minyak goreng.
Pertama, katanya, harga minyak goreng curah sudah turun dari Rp19.800 per liter menjadi Rp17.200-Rp17.600 per liter setelah CPO dilarang sejak 28 April 2022.
Kedua, pasokan minyak goreng juga bertambah di pasaran dari yang hanya 64 ribu ton menjadi 211 ribu ton per bulan.
Ketiga, Jokowi mempertimbangkan belasan juta tenaga kerja yang mencari rezeki di industri sawit. Mereka ini baik petani maupun pekerja terdampak karena ekspor CPO dilarang. (ant/*)