GenPI.co Kepri - Gubernur Kepri Ansar Ahmad dan Wakil Gubernur Kepri Marlin Agustina diminta akur oleh tokoh masyarakat Provinsi Kepri. Begini alasannya.
Adalah Huzrin Hood, tokoh masyarakat yang meminta keduanya akur, tak berseberangan. Hal itu karena menurutnya konflik antarpemimpin akan merugikan pemerintahan yang keduanya pimpin.
"Konflik Ansar dengan Marlin sudah menguak ke permukaan beberapa bulan setelah dilantik sebagai kepala daerah,” kata Huzrin, Jumat (13/5).
Mantan Bupati Bintan itu mengaku keprihatinannya sebagai bentuk kepedulian terhadap pemerintahan yang terbentuk dengan penuh perjuangan dua dasawarsa lalu.
Dulu, sebelum 20 tahun, Kepri merupakan bagian dari wilayah administratif Provinsi Riau. Berhasil dimekarkan menjadi provinsi baru dengan mengorbankan waktu, uang, tenaga, dan pikiran,
"Kami minta perjuangan itu dihargai dengan menjaga pemerintahan agar tetap kondusif, ASN tidak terkotak-kotak akibat konflik kepala daerah, dan tingkatkan kualitas program kesejahteraan masyarakat," ujar Huzrin.
Huzrin, merupakan tokoh yang dianggap sebagai pejuang berdirinya Provinsi Kepri. Menurut dia, Kepri diperjuangkan menjadi provinsi untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Dalam proses memperjuangkan Kepri menjadi provinsi, salah satu momentum penting yakni Kesepakatan Tokoh Pejuang pada 15 Mei 1999.
Saat itu, dikenal sebagai Hari Marwah, yang ditetapkan pada 15 Mei 2002 atau setelah UU Nomor 25/2002 tentang Pembentukan Provinsi Kepulauan Riau disahkan.
"Hadiah terbesar bagi para pejuang baik yang saat ini masih ada maupun yang sudah meninggal dunia adalah peningkatan kesejahteraan masyarakat," kata sosok yang pernah menjabat sebagai pimpinan DPRD Kepri ini.
Huzrin mengatakan akan menyampaikan persoalan pemerintahan yang terjadi saat ini pada Rapat Paripurna Hari Marwah DPRD Kepri yang akan segera berlangsung.
Dalam Rapat Paripurna itu, ia juga akan menyoroti persoalan pembebasan lahan di Pulau Dompak, pusat Pemerintahan Kepri, yang sampai sekarang masih menyisakan permasalahan.
"Ada yang belum diganti rugi. Ada yang direlokasi rumahnya tetapi belum mendapatkan sertifikat," ujarnya.
Persoalan lainnya yang akan ia sampaikan terkait rencana pembangunan Jembatan Batam-Bintan. Ia menyorot persoalan pembebasan lahan di Bintan yang menguras anggaran daerah sebesar Rp50 miliar.
"Lahan di Batam belum dibebaskan. Artinya, masih banyak anggaran daerah yang terkuras. Sementara pembangunan Jembatan Batam-Bintan belum diketahui dimulai kapan," kata Huzrin.
Terkait persoalan ketidak akuran itu, Ansar dan Marlin sudah menyampaikan tidak ada permasalahan di antara mereka.
Namun sebelumnya, Ansar sempat mengeluhkan isu yang berkembang, yang seolah-olah ia tidak memberikan porsi kegiatan pemerintahan kepada Marlin.
Ansar menegaskan kegiatan pemerintahan juga dilakukan oleh Marlin sesuai kapasitasnya sebagai wakil gubernur, yang diatur dalam undang-undang.
"Sekarang pemerintahan berjalan dengan baik. Seluruh program dilaksanakan sesuai dengan kebutuhan," katanya. (ant/*)