Awas, Remaja Juga Riskan Terserang Masalah Kesehatan Mental

07 Maret 2022 07:00

GenPI.co Kepri - Selain tidak mengenal gender, masalah kesehatan mental juga dapat menyerang para remaja, utamanya siswa sekolah. Menurut penilitian, belakangan jumlah remaja dengan masalah kesehatan mental meningkat seiring berbagai faktor pemicunya.

Komisi Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA) menyebut, per Juli 2020 ada lebih dari 3.200 (13 persen) anak SD hingga SMA di 34 provinsi di Indonesia yang, mengalami gejala-gejala yang mengarah pada gangguan depresi ringan hingga berat.

Sebagian besar di antaranya 93 persen gejala depresi tersebut dialami anak pada rentang usia 14-18, sementara 7 persen lainnya pada usia 10-13 Tahun.

BACA JUGA:  Tips Menjaga Kesehatan Mental, Coba Biar Tetap Waras!

Pandemi menjadi salah satu faktor dominan anak dari kategori rentang usia tersebut mengalami masalah kesehatan mental.

Dampak dari masalah kesehatan mental pada siswa sangat beragam mulai dari rasa cemas, mudah marah, stres, depresi bahkan keinginan bunuh diri.

BACA JUGA:  Tips Menjaga Kesehatan Alat Reproduksi yang Perlu Kamu Ketahui

Itulah sebabnya peran guru dan sekolah sangat penting terutama dalam memberikan dukungan psikologis awal (DPA) pada masalah kesehatan mental siswa.

Psikolog di Konsultan Psikologi Pelangi Lita Patricia Lunanta, M.Psi, menjelaskan ada sejumlah langkah yang bisa diberikan kepada siswa yang mengalami kesehatan mental lewat dukungan psikologis awal (DPA).

BACA JUGA:  Bahaya Mengintai Jika Organ Reproduksi Tidak Dijaga Kesehatannya

Pertama adalah Look yang meliputi asesmen mengenai keadaan, kebutuhan, reaksi emosional serta resiko yang dihadapi siswa.

“Tahapan selanjutnya yaitu Listen dilakukan dengan mendengarkan aktif, hadir untuk siswa, berusaha mengerti dan memahami siswa,” katanya.

Tahap ketiga yakni Link adalah menghubungkan siswa dengan orang atau pihak lain sesuai dengan kebutuhannya. Bila siswa membutuhkan penanganan medis dapat dirujuk ke dokter.

Bila siswa membutuhkan konseling lebih lanjut bisa dirujuk ke konselor atau psikolog. Bila sudah ada gangguan psikologis yang membutuhkan pengobatan lebih lanjut bisa dirujuk ke psikiater.

"Saat Listen hindari terlalu cepat memberikan nasehat, solusi dan saran pada siswa. Berusahalah untuk hadir sepenuhnya, dengarkan secara aktif, terima dan pahami perasaan siswa agar siswa merasa nyaman untuk bercerita, merasa dipahami dan dimengerti," kata Lita.

Dirinya memberi catatan penting yang tidak boleh dilakukan guru saat DPA yaitu terlalu cepat memberi nasehat, melabel siswa, meremehkan permasalahannya, serta menyalahkan siswa.

Selain itu, Lita mengingatkan para guru untuk juga memperhatikan kesejahteraan dirinya dengan secara rutin melakukan self-care dan manajemen stres agar terhindari dari stress, burn-out, dan compassion fatigue sehingga tetap dapat memberikan dukungan secara optimal. (ant/*)

Redaktur: Fathur Rohim

BERITA TERKAIT

Copyright © 2024 by GenPI.co KEPRI