GenPI.co Kepri - Seringkali korban kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) memilih bertahan dalam hubungan yang abusive. Beberapa alasan inilah yang membuat korban bertahan.
Dalam kasus yang banyak terjadi, korban KDRT mayoritas adalah perempuan. Meskipun ada juga korban laki-laki dalam KDRT, tapi kasusnya tidak sebanyak perempuan.
Orang di luar rumah tangga tersebut sering gemas jika mengetahui ada korban yang masih tetap bertahan dalam pernikahan tersebut, sedangkan jelas-jelas ia terlihat tersiksa.
Namun ternyata ada beberapa alasan yang sering jadi pertimbangan oleh korban sehingga tidak bisa lepas dari hubungan tersebut,
Menurut para ahli ada 7 alasan utama yang membuat para korban masih bertahan. Simak.
Rasa malu pada korban KDRT ini dirasakan karena merasa gagal mempertahankan keharmonisan rumah tangganya.
Mereka merasa perpisahan atau perceraian akan menjadi aib baginya. Belum lagi status janda juga sering dipandang dengan stigma tertentu oleh orang-orang di sekitar mereka.
Hal itu membebani mereka sehingga memutuskan bertahan dalam sebuah hubungan yang abusive.
Ketergantungan ekonomi menjadi faktor yang banyak menjadi alasan bagi korban untuk bertahan dalam hubungan yang menyakitkan.
Banyak korban KDRT yang bergantung secara finansial kepada pelaku. Sehingga mereka takut melepaskan diri, takut tidak bisa menghidupi dirinya sendiri atau anak-anaknya.
Sudah memiliki anak sering menjadi pertimbangan korban KDRT untuk bertahan menerima kekerasan dari pelaku.
Korban takut jika berpisah anaknya akan kehilangan figur seorang ayah. Mereka takut masa depan anak akan berat karena tidak memiliki ayah.
Dalam budaya atau agama tertentu wanita harus patuh terhadap suami. Ada juga korban yang menelan mentah-mentah nilai tersebut.
Mereka percaya bahwa sudah sepantasnya ia tetap mematuhi suaminya. Hal itu membuatnya bertahan dalam pernikahannya meskipun terus mendapat kekerasan.
Korban bisa saja diancam oleh pelaku. Ancaman itu bisa saja akan membunuh atau menggangu kehidupan korban dan keluarga korban jika meninggalkan pelaku.
Ancaman seperti itu bisa membuat korban takut untuk mencari bantuan dan berusaha menahan kekerasan yang dialaminya untuk melindungi keluarganya.
Depresi bisa terjadi pada korban KDRT buntut dari pengekangan pelaku. Korban tidak bisa berkutik untuk mencari bantuan dari orang lain.
Korban yang terisolasi akan menjadi depresi karena tidak mampu bertindak apalagi meninggalkan pasangannya.
Kadang korban malah merasa bersalah atas kekerasan yang menimpa dirinya. Ia merasa kekejaman pasangannya karena ia tidak cukup patuh atau baik menjadi istri.
Pikiran yang salah ini sebenarnya merupakan mekanisme pertahanan diri korban supaya ia tidak terlalu merasa stres atas kekerasan yang terjadi pada dirinya. (Hellosehat)